
- Produser: Christine Hakim, Dewi Umaya Rachman, Sabrang Mowo Damar Panuluh, Didi Petet, Nayaka Untara, Ari Syarif
- Sutradara: Garin Nugroho
- Durasi: 160 menit
- Penulis Naskah: Ari Syarif, Erik Supit
- Produksi: Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto – Picklock Production
- Tahun: 2015
Deskripsi Film
TJOKROAMINOTO: GURU BANGSA merupakan salah satu film garapan sutradara bertalenta, Garin Nugroho. Rilis tahun 2015, film ini mendapat 15 [lima belas] penghargaan, diantaranya 3 [tiga] Piala Citra Festival Film Indonesia [FFI] 2015, 1 [satu] Piala Layar Emas Indonesian Movie Awards [IMA] 2016, 3 [tiga] Penghargaan Festival Film Bandung [FFB] 2015, dan 8 [delapan] Piala Maya 2015. Berdurasi 160 menit, Guru Bangsa dibintangi sejumlah aktor dan aktris ternama, antara lain Reza Rahardian yang berperan sebagai tokoh utama, Putri Ayudya, Christine Hakim, Sujiwo Tejo, Maia Estianty, Didi Petet, Chelsea Islan, dan sederet nama lainnya.
Film bergenre sejarah biografi ini menceritakan tentang sosok Guru Bangsa, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Tjokro lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang kuat, merasa prihatin terhadap kondisi masyarakat pribumi pada zaman itu. Melihat kemiskinan rakyat serta kesenjangan sosial selepas Tanam Paksa dan awal Politik Etis sekitar tahun 1900, ia meninggalkan status kebangsawanannya.
Tjokro “hijrah”, kata yang menjadi kunci perjuangannya dan nafas dari film ini. Tjokro pun pindah ke Semarang, disana ia bertemu beberapa tokoh yang kemudian ikut membentuk karakter dirinya. Ia lalu pindah ke Surabaya dan bertemu dengan Kyai Haji Samanhudi, bersama-sama mereka mengubah Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam [SI], organisasi resmi bumiputera pertama terbesar, yang mempunyai sampai dua juta anggota. Berasal dari berbagai kelas sosial – “sama rata, sama rasa” menjadi paham yang disebarkan untuk menyamakan hak dan martabat masyarakat bumiputera yang terjajah. Perjuangan ini menjadi awal lahirnya tokoh dan gerakan kebangsaan. Rumah Tjokro dikenal dengan Rumah Paneleh kemudian menjadi rumah kost para pemuda berpendidikan, dari Agus Salim, Semaoen, Musso, hingga Kusno/Soekarno. Rumah Paneleh pun menjadi rumah beragam ideologi dan nilai.